Sensasi Kenikmatan Bersama Mbak Asih dan Inah | Cerita Dewasa - Bangun tidur sore itu… tidak membuat Anton menjadi bugar, seperti layaknya orang bangun tidur. Bayangkan… dua malam begadang di puncak Merapi. Sebagai anggota pencinta alam, kampusnya ditugaskan untuk mencari beberapa anak SMK pendaki yang hilang di Merapi. Cuaca buruk begini nekat mendaki gunung, kutuknya dalam hati. Di dekapnya kedua kaki mengusir dingin di atas bangku teras depan kosnya, cuaca hujan rintik-rintik. Memang cuaca bulan Desember membuat segalanya menjadi basah, termasuk beberapa potong celana jeans belelnya yang kemungkinan hanya di bulan Desember ini bertemu dengan yang namanya air, dua potong CD pun ikut basah akibat dicucinya tadi pagi. Benar-benar hari yang menyiksa bagi Anton, sudah dingin cuaca… tanpa CD pula. Sepotong kain sarung yang lumayan kering cukuplah menghangatkan tubuh cekingnya sore itu.
Tempat
kost Anton cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda,
tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh
tembok tinggi. Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak
kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah
negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak
yang pulang kampung, maklum liburan Desember. Sementara sebagian kamar
dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan,
praktis Anton merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.
“Mas…
jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Anton. “Eh
embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Anton. “Masnya
ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak
jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Anton duduk. “Emang
sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Anton sekenanya. “Lho… kan sayang
udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan. “belum kok,
belum di cuci” elak Anton. “Lha… kok aneh” protes mbak jamu, “sekalian
dicuciin sama ujan” saut Anton. “Dah laku jamunya mbak? tanya Anton di
sela-sela gerimis. “Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas
jamunya” pinta mbak Jamu memelas. “Emang jualan jamu apa aja sih mbak”
selidik Anton sambil membenahi sarungnya. “Ya macem-macem, ada galian
singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan
semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari
membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya. “Kalo badan pegel-pegel,
jamunya apa mbak?” tanya Anton, “Ada tolak angin” seru mbak jamu. “Ah…
kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata
Anton. “Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Anton, “Emang situ mau saya
kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Anton hanya tersenyum saja.
“Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Anton. “Saya Inah mas”
jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih
lagi kulitnya, gumam hati Anton. “Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah
membuyarkan lamunan Anton. “Saya Anton mbak” jawab Anton gugup. Keduanya
bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Anton.
“Gimana
mas Anton, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing. “Bener bisa
ngerokin nih?” tanya Anton antusias. “Boleh” jawab Inah senyum. “Tapi
jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Anton
sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan. “Wah
kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja
mas kok ada tiga? selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok
dekat bufet. “Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal
saya sendiri jaga kos” jawab Aton. “Kamar mas Anton sebelah mana” tanya
Inah, “Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Anton. “Ih ngeri ah…
gelap-gelapan” goda Inah genit. “Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda
Anton sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya. “Kok sepi mas?”
selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan. “Rumah sebelah juga pulang
kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Anton. “Kamar mandinya di mana
mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah. “Itu di depan kamarku jawab
Anton sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.
Anton
merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah
mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan. “Mbak, jangan
pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Anton. “Trus pake
apa dong mas? tanya Inah bingung. Anton berdiri menuju meja rias,
diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini
aja mbak.. wangi lagi” senyum Anton. Kemudian Inah mengambil posisi
duduk di sebelah Anton, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya
sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu
halusnya nih tukang jamu sorak hati Anton. Tangan yang menempel di
punggung Anton juga dirasa lembut dan halus oleh Anton. “Umurnya berapa
mbak” tanya Anton memecah keheningan mereka berdua. “Dua enam bulan
besok mas” jawab Inah. “Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata
Anton sembari meringis kesakitan. “udah rumah tangga mbak?” kejar Anton.
“Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah. “Lho
kenapa?” sambung Anton penasaran. “Kecantol janda sebelah kampung”
ungkap Inah cuek. “Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Anton sembarangan.
“Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah. “Gimana gak bodoh, punya istri
manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Anton. “Ah…
mas Anton bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Anton, sembari
mencubit pinggang lelaki itu. “Eh… geli ah mbak…” jerit Anton sedikit
mengelinjang. “Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah.
“Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Anton. “Huh… dasar…
laki-laki…” cemberut Inah. “Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Anton
kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai. “Kalo buat
kondisi mas Anton sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya
apa aja mbak?” kejar Anton. “Selain ngilangin masuk angin, supaya badan
gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah. “Mudah loyo…? maksudnya apa…?
tanya Anton kemudian. “Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah
malu-malu. Anton memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap
Inah yang masih duduk terpaku, “Sungguh… saya gak tau mbak” aku Anton.
Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang
menambah manis rona wajahnya. “Itu lho… buat pasangan suami istri kalo
mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu. “Hubungan…? hubungan apa…?”
tanya Anton dengan muka bloonnya. “Ahhh… mas Anton ini lho… ya hubungan
suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Anton. “Bagi yang punya
pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Anton
menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Anton menangkap
semu merah di wajah Inah.
Inah
bangkit mengambil bakul yang tertinggal di ruang tamu, sekembalinya dia
bertanya lagi kepada Anton, “Jadi nggak… jamu Sehat Lelakinya mas?”
tanyanya kepada Anton. “Sini dulu dong…” jawab Anton sembari tangannya
mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi. “Kalo aku jadi
minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak
itu benar-benar berkhasiat” goda Anton. “Ya sama pacarnya dong… maunya
sama sapa?” pancing Inah gantian. “Gimana kalo sama mbak aja… soalnya
pacar yang mana juga bingung aku” tembak Anton sekenanya. “Jangan ah…
entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan.
Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat
Lelaki. Anton bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah
duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut. “Jangan mas… genit ah…
entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati. “Teriak aja…
paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang
keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Anton turun ke pipi Inah terus ke
leher jenjangnya. “Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam
Inah. “Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu
Anton, “Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa
yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi
ramuan jamu kepada Anton. “Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces
pleng…” jawab Inah tanpa di sadari. “Hee… berarti mau dong ngebuktiin
khasiatnya” tembak Anton setelah meminum habis ramuan jamu tersebut.
“Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak
Anton. “Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo
cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Anton. “Depannya minta di
kerok sekalian mas?” tanya Inah. “Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata
Anton.
Pijitan
Inah di dada Anton, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam
sarung. Tangan kanan Anton kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu
terdiam. Kemudian Anton menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah,
perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke
samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri,
sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya
setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh
sintalnya. Anton merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur,
dalam hati Anton bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar
satu persatu. Anton tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih
terpasang. Rona wajah Inah semakin nyata, “Masss… jaaangaannnn… mass…
nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya
tanpa menepis tangan Anton. Anton tidak menjawab, perlahan di bukanya
kebaya Inah mulai dari pundak. Inah mencoba untuk menahan tangan Anton,
kemudian Anton bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah
takut berhadapan dengan wajah Anton yang tinggal beberapa senti lagi
darinya. Anton meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah
tepat dihadapannya, kemudian Anton mendekatkan bibirnya mengecup bibir
Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Anton
memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya,
bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Anton, perlahan
dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai
menikmatinya sambil memejamkan mata. Kedua tangan Anton menurunkan
kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling
berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil
dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan
turun ke bawah. Anton terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit
kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya
menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil
Inah. “Masss… aku takuuutt…” erang Inah. “Sssstttt… enggak pa pa kok…
nikmatin aja ya sayang” ujar Anton menenangkan wanita itu.
Kemudian
Anton mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas
sarung tepat di senjata Anton. “Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya
Ginah sembari mengelusnya dari luar sarung. Anton hanya tersenyum,
kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan
Inah. Setelah kain terlepas… Anton tidak dapat menahan gelinya, “Kamu
juga gak pake daleman ya…? tanya Anton dengan geli.
“Memang
rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Ginah
ketus, giliran Anton yang kaget dan melongo… Gila!!! Perlahan ditatapnya
wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Anton merenguh bahu wanita itu
dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai. Anton mulai meraba kedua
bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar
tatapan Anton, di pegangnya tangan Anton tetapi tidak bermaksud untuk
melarang. Anton memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh
wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Anton
untuk kemudian menjilatinya. Dimulai dari leher jenjang wanita itu,
kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Anton
menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan
diujung putingnya.
Terdengar
erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke
rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Anton meneruskan
gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian
menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu,
karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya
tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.
Tangan
Anton kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Anton telah
mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan
Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Anton. “Eh…
masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.
Anton
tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah
untuk menemukan kenikmatan gadis itu. “Jangan masss… kotooorrr… achhh…”
erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi
itu. Anton hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam
kenikmatan. “Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…”
jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Anton. Lidah Anton
menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap
lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.
“Masss…
gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha
menyingkirkan kepala Anton dari kemaluannya. Anton menolak dan semakin
kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah. Tak lama kemudian Anton
merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi
di tahannya, karena Anton tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang
teramat hebat dan dahsyatnya. “Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…”
jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya,
seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak
mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan
suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,
Anton memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…
“Gimana
rasanya mbak?” tanya Anton beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat
telah dapat mengatur nafasnya. “Masss… tadi itu rasanya seperti apa
ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal. “Sssst…
sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Anton
menenangkan Inah. Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali
pernafasannya dan bangkit duduk di samping Anton. “Kok mas gak jijik sih
nyiumin pepekku” tanya Inah yang membahasakan kemaluannya dengan pepek.
Anton tidak menjawab, malah dia bertanya pada Inah “Inah bener… belum
pernah merasakan seperti tadi ya?” “Bener mas, soalnya suami Inah itu
Peltu” jawab Inah. “Peltu??? emangnya suami Inah itu aparat?” goda
Anton. “Bukan… nempel metu…” jawab Inah tersipu. “Ha… ha… ha…” tawa
renyah Anton. Inah sudah tidak malu-malu lagi, perlahan tangan kanannya
meraih senjata Anton yang masih tegak berdiri, “Mas… punyanya kok
panjang begini ya” tanya Inah sembari mengelus senjata Anton. Anton
tersenyum, diberinya ruang untuk Inah dapat sepenuhnya menikmati senjata
Anton.
Kemudian
perlahan dan agak ragu, Inah mendekati senjata Anton ke wajahnya,
matanya melirik Anton seakan meminta persetujuan Anton, Anton tersenyum
dan mengangguk. Dengan tidak buru-buru, dimasukkannya kepala senjata
Anton ke dalam mulut Inah, Anton terpejam merasakan sensasi bibir Inah
sembari mengelus rambut wanita itu, luar biasa… katanya tidak mempunyai
pengalaman,
tetapi dalam urusan
sedot-menyedot… rupanya Inah juga jagonya, bathin Anton, mungkin ini
yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah berjalan secara
naluri.
Anton
masih bermain dengan pikirannya, sementara Inah mengulum senjatanya.
Sosok Inah di mata Anton seolah tidak bedanya dengan cewek-cewek
kencannya, tetapi Inah mempunyai nilai plus. Di samping Inah hanya
seorang tukang jamu, tetapi dalam merawat tubuh tidaklah kalah dengan
cewek kuliahan, Kulit Inah putih bersih dengan bulu-bulu halus di
sekujut tubuhnya, ketiak yang tidak dicukur tetapi rapi memberi kesan
tidak jorok, sementara bulu kemaluan yang lebat sampai ke belakang.
Anton terhenyak melihat Inah terbangun dari kulumannya di senjata Anton.
“Kenapa mbak?” tanya Aton, “Pegel mas mulutku, habis gede banget sih
senjatanya” senyum Inah malu-malu. “Oke, sekarang mbak tiduran, aku
masukin ya senjataku ke pepek embak” kata Anton. Tanpa perlu menjawab,
Inah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Anton mulai
menusukkan senjatanya kedalam kenikmatan Inah.
“Auuu…
pelan-pelan ya masss… masukinnya… maklum dah lama gak di pake?”
meringis Inah merasakan moncong senjata Anton memasuki lubang pepeknya.
Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan
Inah, mulailah Anton memaju-mundurkan senjatanya.
“Ssshhh…
enaaak masss… terusss… yang dalammm masss…”erang Inah keenakan. Anton
mulai berkeringat, walau udara di kamar sebetulnya cukup dingin, mungkin
karena jamu yang diminum tadi sudah bereaksi. “Gila nih lobangnya mbak…
adikku kamu jepit pake apa sih mbak” kata Anton disela aktifitasnya
memaju mundurkan senjatanya, “Ah… mas Anton ini lho.. sempet-sempetnya
bercanda… enggak kok mas… barangku enggak ada alatnya… cuman bisa njepit
aja” bangga Inah. “Ini yang dinamakan orang ‘Empot Ayam’ ramuan Madura…
khan ada jamunya juga mbak” kata Anton. “Iya mas… aku rajin minum juga…
cuman gak tau namanya apa… soalnya itu jamu warisan nenekku yang memang
masih ada keturunan Madura…” jawab Inah sembari merasakan sensasi
kembali.
“Accchhh…
masss… aku moo pippiisss lagiii… aahhh…” untuk kedua kalinya Inah
melenguh panjang, pertanda telah sampai orgasme nya yang kedua.
Dijepitnya pinggang Anton… dipeluknya dada Anton, seolah mau melumat
tubuh kurus Anton, Anton sedikit meringis merasakan jepitan kaki Inah
dan pelukan tangan Inah di tubuhnya, tetapi Anton mengerti akan
kenikmatan Inah, maka dibiarkannya wanita itu menjepit tubuhnya. Setelah
beberapa saat Anton memberi waktu untuk Inah mengembalikan nafas
liarnya, ia berinisiatif untuk merubah gaya, disuruhnya Inah untuk
nungging membelakanginya, Anton melakukan dogy style. Inipun sensasi
lain yang dirasakan Inah, baru dengan Anton ini ia merasakan indahnya
persetubuhan.
Anton
pun merasakan sensasi lain dari jepitan lubang Inah, dengan posisi ini,
lubang kemaluan Inah semakin dirasakan sempit, sedikit mengalami
kesulitan bagi Anton untuk memaju-mundurkan senjatanya, walau lubang
Inah sudah sedemikian basahnya akibat orgasme Inah tadi. Tangan Anton
memegang pinggul Inah, sedangkan Inah memeluk bantal sembari mengerang
kenikmatan, “tusuk yang dalammm… masss… ssshhh…. Akhirnya Anton memacu
semakin cepat dengan tujuan untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan,
kali ini. “Masss… pippiiisss… lagi nihhh akuuu…” desak Inah, “sabar
sayang… mas juga mau keluar nihhh… ayuuukkk… aaahhh… Naaahhh” lenguh
Anton. demikian juga Inah yang semakin liar memeluk serta menggigit
sarung Aton, “aaacchh… emmmhhh… enghhh… masss…”
Keduanya
terkapar di kasur dengan deru nafas yang saling berlomba, Inah memeluk
Anton, Anton membelai rambut lurus Inah. Mereka saling mendekap,
berpagutan, disela deru nafas mereka berdua, hujan deras di luar. Tetapi
di dalam kamar telah terjadi kehangatan yang dahsyat. “Mbak, gimana
rasannya dengan gaya kayak barusan tadi?” tanya Anton memulai
pembicaraan. “Sungguh mas, baru kali ini saya merasakannya dan ternyata
luar biasa, seperti pengen mengulang terus dan terus” jawab lugu Inah.
“ha… ha… ha… kayak iklan aja nih…” gelak Anton. “Kalo mas Anton udah
berapa cewek yang mas Anton puasin?” selidik Inah sembari memainkan
puting susu Anton, “Hemm… berapa ya…” jawab Anton seolah berpikir, “tau
ah… saking banyaknya”. “dasar laki-laki buaya” geram Inah sembari
mencubit dada Anton. “Trus… kebanyakan cewek-cewek itu juga puas mas…?”
tanya Inah sedikit cemburu, “seperti jawabanmu bila kamu di tanya sama
orang, pasti jawabannya… Luar Biasaaa…” jawab Anton geli sembari
mencubit mesra hidung Inah. “Mas Anton gak punya cewek yang diseriusin
ya?” kejar Inah lagi, “mana ada yang bisa serius dengan aku… kebanyakan
cewek yang deket sama aku juga paling-paling minta dipuasin nafsunya”
elak Anton. “Nakal ya mas Anton ini…” gemes Inah sembari mencubit
senjata Anton. “Ha… ha… ha… memang itu yang mereka inginkan.. kebanyakan
mereka nggak kangen sama aku,,, tetapi kangen sama burungku… ha.. ha…
ha… canda Anton sambil terkekeh renyah. “tapi suatu saat nanti… pasti
lah aku cari pendamping yang setia… mungkin seperti kamu mbak… selain
manis, putih, pintar memijit dan piawai dibidang jepit-menjepit…” aku
Anton sembari memeluk dan mengelitik payudara Inah. “Gombal…” jawab Inah
sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan kelitikan Anton yang
sengaja menyenggol payudaranya.
“Mas…
aku ke kamar mandi dulu ya, lengket rasa sekujur tubuh nih… pinjam
handuknya boleh mas? tanya Inah sembari bangkit menuju kamar mandi, “Tuh
di depan kamar mandi… handukku warna merah” jawab Anton. Memang diakui
Anton bahwa jamu ramuan mbak Inah memang terbukti khasiatnya, Anton
merasa cairan yang dikeluarkannya begitu banyak dan kental, serta
pegal-pegal di badannya seketika hilang tak dirasa. Entah membayangkan
sensasi apa yang ada dalam tubuh Inah, Anton merasa senjatanya bangkit
berdiri kembali, gila nih jamu… dah minta jatah lagi adik gua. Anton
bangkit dari tidurannya dihampirinya Inah yang sedang berada di kamar
mandi, “lho… kok gak ditutup pintunya mbak?” tanya Aton geli dan melihat
Inah sedang jongkok mengguyur air di sekujur tubuh mulusnya. “Katanya
gak ada orang… makanya gak aku tutup pintunya, lho… kok sudah mengacung
lagi mas senjatanya?” goda Inah sembari melihat kemaluan Anton yang
tegak berdiri. “Iya nih… tanggung jawab lho mbak… gara-gara jamunya nih…
adikku minta jatah lagi” protes Anton. “Aduh kacian… sini-sini mbak
angetin…” bujuk Inah sembari meraih kemaluan Anton dan segera
dikulumnya.
“Ahhh…
sssttt… enak mbak” lenguh Anton sembari mengelus rambut Inah, slruuup…
slruup… ck..ck..ck.. bunyi mulut Inah terganjal kemaluan Anton.
Setelah
beberapa saat dirasa cukup oleh Anton, dipegangnya pundak Inah,
dibimbingnya Inah untuk berdiri, kemudian diputarnya tubuh Inah
membelakanginya, dengan tubuh basah Inah, Anton memeluk Inah dari
belakang. Dicumbunya leher wanita itu dan dijilatnya rambut kalong Inah,
sementara kedua tangannya menyusup dari bawah ketiak Inah dan menuju
kedua bukit kembar Inah. Inah merasa tersanjung, diangkatnya kedua
tangannya dan dipegangnya kepala Anton sembari melenguh kegelian “Masss…
ennaaakk… ssshhh… geliii masss…” Puting susu Inah mengencang, mengeras
disela jemari Anton. Dia memang lelaki hebat yang bisa memanjakan wanita
kagum hati Inah serasa melambung ke langit ke tujuh belas… “Mbak… coba
membungkuk sedikit… pegangan di bibir bak mandi… kakinya direnggangkan
sedikit ya sayang” pinta Anton yang dituruti Inah dengan sedikit
bingung. Kemudian Anton jongkok di belakang Inah, kedua tangan Anton
meraba pantat Inah dan membelahnya layaknya membelah durian tetapi
perlahan dengan perasaan.
Kemudian
Inah menjerit kecil, setelah dirasa ada benda basah tetapi hangat
menyentuh lubang duburnya, ditengoknya kebelakang, ternyata Anton sedang
bermain lidah di lubang duburnya. Inah kaget, tetapi menikmati sensasi
lain yang tak kalah luar biasanya, Inah merasa geli yang tidak tertahan
tetapi nikmat, dengan tidak sengaja Inah menggoyang-goyangkan pantatnya
ke kiri dan ke kanan karena kegelian. Ceplak… cepluk… bunyi lidah Anton
menjilati lubang dubur Inah yang diselingi turun ke arah lubang
kenikmatan Inah yang sudah terlanjur banjir. Tanpa di sadari Anton,
tangan kanan Inah berpindah ke selangkangannya sendiri, dipijitnya
klitoris Inah sendiri. “Masss… enaakk… masss… emmmhhh… ” erang Inah
sembari menggigit bibir. Kemudian Anton bangkit berdiri, diciumnya bibir
Inah dari samping sembari berkata “Enak mbak… emmmhhh…”, “Enaakkk
masss… jawab Inah malas. Kemudian Anton kembali ke belakang Inah,
perlahan
tapi pasti dimasukkannya kemaluan Anton ke lobang kenikmatan Inah.
“Ssshhh… masss… yang dalaaamm yahhh…” rintih Inah masih dengan posisi
setengah terbungkuk. Plok… plok… plok… bunyi suara maju mundur Anton
memompa yang mengenai pantat Inah membuat suasana menjadi semakin
panas., sekarang dengan bercampurnya lend*r kenikmatan Inah dan air dari
bak mandi, dirasa Anton tidak begitu sulit seperti tadi di kamar
tidur.
Hujan
di luar kosan masih deras… sehingga erangan Inah tidak begitu
terdengar, kalah dengan derasnya hujan yang turun di atas kamar mandi yg
tertutup seng. Irama jatuhnya hujan di atas seng, teriakan nikmat Inah
semakin menambah irama Anton dalam memacu tusukan senjatanya pada lubang
kenikmatan Inah, Inah semakin liar bergoyang, ke kiri ke kanan, ke atas
bawah, kadang membuat gerakan memutar seolah memeras kejantanan Anton.
“Masss…
Inahhh nyampeee lagiii masss… ssshhh… aaahhh” lenguh Inah mencapai
klimaksnya. Anton menarik erat pinggul Inah, didorongkannya kemaluan
Anton ke dasar lubang Inah semakin dalam sembari ditahan di dalamnya
sembari dirasakan beberapa kedutan liang kenikmatan Inah yang
berkontrasi meluapkan gairah orgasmenya, benar-benar empot ayam nih
cewek… sorak hati Anton, Inah KO keempat kalinya.
Dicabutnya
batang kemaluan Anton, dan sekarang posisi bergantian. Anton duduk di
tepi bak mandi, sementara Inah jongkok di hadapan Anton. Kemudian Inah
memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya,
mengulumnya
dan memaju-mundurkan batang kemaluan Anton. Inah marasa kondisi Anton
tak lama lagi mendekati klimaks, Inah mau memberi service dengan tetap
mengulum kemaluan Anton serta membiarkan Anton mengeluarkan orgasmenya
didalam mulutnya, dan “achhh… ssstttt… mmmbaaakhh… aagghhh… aku
keluaaarrr…” dengus Anton mencapai puncak, sembari memegang kepala Inah
serta mengacak-acak rambutnya, senjata Anton tetap di dalam mulut Inah,
hingga tetes mani terakhir dan langsung ditelannya. Sensasi luar biasa
dirasakan Anton sembari melihat bagaimana Inah mengulum penisnya seperti
seorang anak kecil mendapat sepotong es krim kesukaannya. Setelah
beberapa saat, di sela nafas yang muali teratur, Anton bertanya kepada
Inah “Enak mbak…?”, “he-eh… asin tapi gurih mas…” senyum Inah puas
sembari membersihkan sisa sisa lend*r dengan lidahnya di sekitar batang
kemaluan Anton dan menelannya.
“Baru
ini pula aku merasakan sperma laki-laki, ternyata gurih ya mas ya…”
pengakuan Inah sembari terus mengelus dan memijit batang kemaluan Anton.
Setelah selesai keduanya membasahkan tubuh masing, saling menggosok,
meraba dan membersihkan cairan sabunnya.
Keluar
dari kamar mandi, Inah menuju meja rias di dalam kamar Anton, sementara
Anton berjalan ke dapur guna memasak air untuk membuat teh manis
hangat. Sesekali diliriknya Inah dari dapur ke dalam kamar, Inah duduk
membelakangi Anton sembari mengeringkan rambut dengan handuk tanpa
sehelai benang pun menutupi tubuh sintalnya. Melihat pemandangan itu,
Anton terpana dari tempatnya membuat teh, gila perfect banget tuh body
batin hatinya, orang gak akan nyangka bahwa tukang jamu memiliki body
yang aduhai, apalagi barangnya… bisa memijit pula… mungkin karena setiap
hari berjalan dan membawa beban di punggung, yang tanpa disadari sudah
merupakan olah raga sex… masih dalam pikiran Anton melihat pemandangan
Inah dari belakang.
“Mbak…
nih teh hangatnya… aku cuman bikin satu buat kita berdua ya… biar
tambah mesra… bukannya pelit lho” canda Anton sembari membawa teh hangat
yang diletakkan di atas meja rias. Anton meraih kursi dan duduk di
sebelah meja rias yang sedang dipakai Inah untuk mengeringkan rambut,
dipandanginya Inah dari sisinya duduk. “Ah… mas… kok ngeliatin Inah
terus sih… Inah kan malu…” celoteh Inah manja sembari mencubit pipi
Anton. Anton hanya tersenyum dan mendekati bibir wanita itu serta
mengecupnya dengan mesra. Ketika Inah menyisir rambutnya, otomatis siku
tangannya terangkat ke atas dan memperlihatkan ketiak Inah yang
ditumbuhi bulu tetapi tidak lebat sehingga tidak memberi kesan jorok.
Anton meraih ketiak Inah, dielusnya bulu-bulunya, “gak pernah dicukur ya
mbak”. “Mana sempet mas… gak ada waktu ngurusin diri” bela Inah.
Anton
kembali memperhatikan Inah menyisir rambutnya, begitu pandangan Anton
ke bawah, dilihatnya payudara Indah bergoyang ke kiri kanan, menambah
pemandangan menjadi panas kembali. “Mbak… adikku bangkit lagi nih…”
bisik Anton sembari memberi kode liwat tatapannya ke arah kemaluannya.
“Ihhhh… tuh kan… baru percaya sama ramuan jamuku…” gemas Inah sembari
mencubit dan mengelus kemaluan Anton. “Gimana kalo mau minta jatah lagi”
harap Anton, “Aduh… khan udah mandi mas, lagian aku capek banget nih
sampe berasa copot semua tulangku mas” elak Inah. Tetapi Inah bangkit
dan berjongkok di depan Anton, “Ya deh… ini tanggung jawabku… aku kulum
lagi aja ya mas… kasian klo gak bisa tersalur” jawab Inah memberi
solusi.
Anton
hanya tersenyum sembari melihat lagi Inah mengulum kemaluannya,
dielusnya rambut Inah. Inah memang cepat bisa, sedotannya membuat Anton
tidak dapat bertahan lama, dan memang ini yang dimaui Anton, karena ia
berpikir bila hanya dia yang bermain tidaklah terlalu nyaman. “Mbak…
achhh…” jerit Anton mengiringi orgasmenya kali ini yang seperti tadi
langsung ditelan habis Inah.
“Kok
cepet keluarnya sekarang mas?” tanya Inah tersenyum. “Sengaja, habis
klo main sendiri gak enak lah rasanya, makanya aku kosentrasi supaya
cepet keluar” bela Anton. “He… he… he… khan masih ada besok lagi mas…”
kata Inah sembari membersihkan kemaluan Anton dengan tisu yang berada di
atas meja tersebut, sembari mencium mesra pipi Anton.
“Udah…
tidur sini aja mbak, aku kelonin deh” rayu Anton melihat Inah mulai
memakai bra kain dan kebayanya setelah dia membersihkan diri di kamar
mandi sekali lagi. “Endak ah mas… gak enak sama teman kos saya” jawab
Inah mengelak ajakan Anton. “Tapi besok… kalo saya kangen sama mas..
boleh ya saya main ke sini…” pinta Inah memelas, “Oke aja… kalo pas saya
ada di kosan, biasanya sih suka keluyuran” jawab Anton seenaknya.
“Sekarang saya tinggalin lagi jamunya ya mas, siapa tau ada yang butuh
kehangatan mas Anton lagi he… he… he…” canda Inah setelah dia selesai
memakai semua pakaiannya sembari mengangkat bakul berisi jamunya.
“Berapa semuanya mbak…?” tanya Anton sembari membuka dompet untuk
membayarnya. “Sudah mas… saya kasih gratis… soalnya saya sudah dapat
kepuasan yang selama ini gak saya dapetin” tolak Inah halus, “Yang bener
nih mbak… mosok dah disuruh ngerokin sama ngelonin… kok gak mau di
kasih uang sih?” protes Anton. “Alaaahh… saya tau kantong Mahasiswa…
paling juga recehan doang isinya… ha… becanda lho mas… serius kok mas…
aku yang terima kasih… mas Anton bisa mengerti perasaan wanita, salam
aja ya mas buat temen kencan mas yang lain” goda Inah sembari pamitan
keluar kamar. “Eh… sebentar mbak!” seru Anton setelah memakai kain
sarungnya kembali, Inah berhenti, kemudian Anton mendekati Inah memeluk
wanita itu dan memberi kecupan lembut di bibir Inah sembari menyelipkan
sejumlah uang ke dalam bra Inah dan berkata “Sekali ini jangan menolak
ya mbak… saya bersalah jika tidak memberi ini mohon jangan anggap
sebagai imbalan jasa… tetapi rasa sayang saya dan sebagai rasa terima
kasih buat embak”. Inah terpaku dan menatap Anton, tak dinyananya bahwa
lelaki ini selain ganteng, pemberi kepuasan dan baik hati terhadap
wanita, ah… seandainya…. Inah tidak mampu melanjutkan impiannya yang
dianggap mustahil bagi dirinya, tak terasa menetes air mata harunya.
Anton mengusap air mata Inah dan mengecup kening Inah, “Sudah ya sayang…
gak usah nangis… semoga besok kita bisa lebih panas lagi” goda Anton
menghibur Inah. “Ma kasih ya mas” pamit Inah meninggalkan kos-kosan
Anton.
Anton
terpaku melepas kepergian Inah, hujan baru saja berhenti, waktu
menunjukkan pukul sepuluh malam, gila dari jam lima sore tadi kita
berdua main bathin Anton. Tetapi Anton merasa klo tubuhnya dalam kondisi
puncak, dahsyat sekali ramuan mbak jamu tadi ya pikir Anton, besok
kalau bertemu, aku akan minta lagi ah, pikir Anton sembari menutup pintu
kos-kosan dan kembali ke kamarnya untuk tidur.