Tugas kita adalah menghabiskan jatah gagal kita, agar mau tidak mau kita ‘terpaksa’ sukses.
Marilah kita hidup ikhlas dalam kepatuhan kepada Tuhan, dan mensyukuri yang sudah ada sebagai kenikmatan yang menuntun kepada nikmat Tuhan yang lebih besar dan lebih lengkap.
Seseorang disebut gagal, jika dia berhenti berupaya, walau semuda apa pun dia.
Selama orang masih hidup dan masih berupaya, dia tidak bisa disebut gagal, berapa pun tuanya dia.
Marilah kita lebih sibuk hari ini.
Banyak uang yang harus dicari,
hubungan baik yang harus dikembangkan,
cinta tak berbatas untuk ditabur dalam tindakan kita,
dan keluarga yang indah yang harus kita bangun.
Untuk Anda yang hatinya sedang terluka oleh perendahan, marilah kita sampaikan ini kepada Tuhan …
Tuhan kami Yang Maha Perkasa dan Maha Adil,
Demi cinta kami kepadaMu dan demi kesungguhan kami untuk menjadi sebaik-baiknya pribadi, ijinkanlah kami memohon …
Agar Engkau menjadikan orang yang merendahkan kami, membutuhkan pertolongan kami – yang mengeluarkan mereka dari kesulitan.
Agar Engkau men
jadikan orang yang memfitnah kami, membutuhkan kesaksian kami - yang menyelamatkan mereka dari fitnah.
Agar Engkau menjadikan orang yang menghina kami, meminta nasihat dari kami – yang menguatkan mereka menghadapi hujatan dan hinaan.
Agar Engkau menjadikan orang yang mengkhianati kami, meminta bantuan kami – yang menguatkan mereka menghadapi pengkhianatan.
Tuhan kami Yang Maha Membuat Bentuk,
Jadikanlah kami semakin besar karena pengecilan, semakin tinggi karena perendahan, semakin mulia karena penghinaan, dan semakin kuat karena fitnah.
Orang yang mencegah dirinya
melakukan kebaikan yang mungkin
dilakukannya, akan hidup di bawah
kemungkinannya.
Ia akan dipaksa menyesuaikan diri
dengan kehidupan yang lemah,
saat yang lebih baik
masih mungkin baginya.
Padahal, selalu ada kemungkinan
yang luar biasa bagi orang biasa
yang bersedia melakukan hal-hal
yang di atas biasa.
Tidak ada orang menjadi luar biasa
dengan melakukan yang biasa-biasa.
sumber : http://www.anekaremaja.com/2012/10/kata-kata-mutiara-penyejuk-hati.html
