Home » » Apa Sih Penyebab Tawuran?

Apa Sih Penyebab Tawuran?

Written By Unknown on Rabu, 03 Oktober 2012 | 09.15


Tawuran oh tawuran... entah seperti apa rasanya.. gagahkah.. beranikah.. kerenkah.. menyedihkankah.. setia kawankah... hanya para pelakunya lah yang tahu rasanya tawuran.. itu pun kalau mereka tidak mati karena tawuran..

Mati karena tawuran.. kerenkah... bodohkah... sialkah.. nasibkah.. 

Pendahuluan

Tawuran antar pelajar sepertinya sudah menjadi hal biasa dalam berita saat ini. Bukannya makin membaik, kasusnya makin parah saja.


Dari yang cuma menyebabkan luka ringan, hingga merebut nyawa. Masalah ini menjadi masalah yang sangat serius setelah korupsi, karena bagaimana bangsa akan bertumbuh dengan baik jika sudah bermasalah dari saat masih menjadi anak-anak.


Dari sisi psikologis, sebenarnya apa yang menyebabkan pelajar begitu brutal dan suka menyelesaikan masalah menggunakan kekerasan? 
 
Psikologinya masih berkembang

Manusia selalu memasuki fase remaja dalam hidupnya yang terjadi saat berumur 12-23 tahun. Fase remaja memang diperlukan karena masa tersebut adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Karena sifatnya yang individual, fase remaja tidak bisa disamakan antara satu individu dengan individu lainnya.


Dalam masa-masa ini, remaja perempuan seringkali ditemukan lebih cepat mengalami perkembangan psikologis.  

4 faktor ini juga menjadi alasan dibalik ringkihnya mental pelajar:

1. Faktor internal

Ketidakmampuan/kurang mampunya beradaptasi dengan lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan pada setiap orang. Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan masih dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kekompleksan seperti keberagaman budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima sehingga dilampiaskan lewat kekerasan.

Saat tidak mampu beradaptasi, rasa putus asa, menyalahkan orang lain dan memilih cara instan untuk memecahkan persoalan membuat rasa frustasi semakin mengendalikan emosi pelajar yang labil. Ketidakpekaan terhadap perasaan sesamanya mengakibatkan pelajar tega menganiaya hingga membunuh sesamanya. Sebenarnya, dalam diri mereka butuh pengakuan.


2. Faktor keluarga

Jika keluarga tidak bahagia, bahkan ada kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak pada mental psikologis anak. Secara tidak langsung, remaja akan meniru pola yang ia lihat di dalam keluarganya. Anak yang terlalu dilindungi orangtuanya (dimanja) juga akan sama saja. Saat bergabung dalam kelompok sosialnya di sekolah, ia akan menyerahkan diri secara total tanpa memiliki kepribadian dan prinsip yang kuat.

Penyesuaian emosional yang kurang memadai ditambah dengan kelompok sosial yang tidak benar semakin memungkinkan terjadinya tawuran antar pelajar.


3. Faktor sekolah

Kebosanan di dalam ruang belajar mengajar seperti tindak belajar mengajar yang monoton, tidak mengijinkan siswa untuk bertindak kreatif, terlalu mengekang dan otoriter juga menjadi pengaruh. Sebagian besar hidup remaja juga dihabiskan di sekolah, tempat ia belajar sekaligus mengekspresikan dirinya. Tak heran jika sekolah sering disebut sebagai rumah kedua.

Siswa yang bosan akan memilih untuk bersenang-senang di luar sekolah. Guru sekolah dinilai sebagai pihak otoriter yang gemar menghukum siswanya ketimbang mendidik dalam arti yang sebenarnya.


4. Faktor lingkungan

Faktor ini jauh lebih luas daripada lingkungan rumah remaja. Lingkungan ini juga berbicara sekolah, media televisi, media cetak dan ketidakpuasan atas negara atau fasilitas negara. Jika diruntut dari faktor lingkungan, media-media dan teladan pemerintah juga menjadi sorotan atas tawuran pelajar.

Masih ingat dengan kasus perkelahian dewan yang terhormat? Media yang menampilkan dan oknum yang berbuat juga bisa dipersalahkan karena memberi teladan yang buruk.


Rasa solidaritas yang diberikan remaja, seringkali berada di jalur yang salah. Sebaiknya perlu ditekankan ulang akan pentingnya mengendalikan rasa solidaritas dengan akal pikiran sehat dan jiwa toleransi antar manusia yang tinggi. Solidaritas tidak selalu ikut-ikutan dalam hal buruk.


Pencegahan jangka panjang mutlak diperlukan


Sebenarnya ada pencegahan jangka pendek, tapi menurut saya pencegahan yang paling baik adalah pencegahan jangka panjang. Dari sisi psikologis, remaja harus mampu mempersiapkan diri dari masa peralihan kanak-kanak menuju dewasa dengan baik. Penerimaan jati diri yang benar akan menjadikan pribadi remaja yang stabil dan berpikiran sehat. Selain menerima diri sendiri, remaja harus mampu menerima orang lain yang memiliki banyak keragaman.


Tentunya remaja perlu adanya bantuan dari faktor keluarga, sekolah dan lingkungan. Jika pembenahan dilakukan secara penuh terhadap 4 faktor diatas, seharusnya kekerasan antar pelajar takkan terjadi. Singkatnya, pembenahan yang dilakukan akan sangat banyak cabang rantingnya. 
 
 
sumber : http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=16725915 

Blog Archive

Friend Yangasik