Sore itu aku terbangun Kulihat jam di
mejaku menunjukkan pukul 4.00 sore Iseng aku memanjat dinding tembok
pembatas kamarku, mau melihat tetangga sebelahku. Melalui ventilasi
kulihat Mas Arif dan Mbak Nida sedang tidur-tiduran sambil mengobrol di
atas tempat tidur. Aku mengawasi terus, kulihat Mas Arif hanya memakai
singlet, begitu juga Mbak Nida yang hanya memakai baju dalam.
“Dasar pengantin baru, pasti mau main, ayo kapan mainnya ?” pikirku mulai tak sabaran.
Kulihat Mas Arif dan Mbak Nida
berbicara sambil berpelukan, aku kurang bisa menangkap apa yang mereka
bicarakan. Sesekali Mbak Nida tertawa cekikikan. Beberapa kali pula aku
amati Mas Arif meremas payudara Mbak Nida.
Lama aku menunggu, hingga akhirnya
yang aku harapkan terjadi juga. Tiba-tiba Mas Arif membuka celana
pendeknya dan memegang tangan Mbak Nida, menyuruh Mbak Nida memegang
penis Mas Arif. Mbak Nida kelihatannya menurut dan me-masukkan tangannya
ke dalam celana Mas Arif, tetapi baru sebentar sudah ditariknya
kembali, tampaknya Mbak Nida menolak.
“Yaaa….. itu aja nggak mau, apalagi kalau disuruh karaoke” desahku dalam hati kecewa.
Namun kekecewaanku terobati karena
sejurus kemudian Mas Arif tiba-tiba bangkit dari tempat tidur dan
melepas celananya. Kini ia hanya bercelana dalam dan bersinglet.
Kemudian serta merta ia memeluk Mbak Nida. Aku tersenyum kegirangan,
keinginanku untuk melihat keduanya mengentot tampaknya akan terpenuhi.
Tak lama, Mas Arif melepas pelukannya
dan Mbak Nidapun mulai melepas celananya. Kini sama seperti suaminya,
Mbak Nida hanya bersinglet dan bercelana dalam. Kulihat pahanya, putih
dan mulus sekali.
Kemudian mendadak Mas Arif mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya.
“Kecil sekali, dibandingkan punyaku,” kataku dalam hati melihat penis Mas Arif.
Mas Arifpun langsung meng-himpit Mbak
Nida, tampaknya Mas Arif akan mempenetrasi Mbak Nida. Kulihat Mbak Nida
memelorotkan celana dalamnya hanya sampai sebatas paha. Sejurus kemudian
aku melihat pelan Mas Arif memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina
Mbak Nida yang tertutup bulu jembut. Setelah penis Mas Arif masuk
keseluruhannya ke dalam pepek Mbak Nida, Mas Arif langsung memeluk Mbak
Nida sambil menciumnya bertubu-tubi. Itu dilakukan cukup lama.
Aku sedikit keheranan kenapa Mas Arif
tidak melakukan genjotan, tidak mendorong-dorong pinggulnya ? Mas Arif
hanya diam memeluk Mbak Nida.
“Waaah…..ini pasti karena Mas Arif
nggak tahan bermain lama, nggak seperti aku” kataku dalam hati, tertawa,
merasa unggul dari Mas Arif.
Disinilah aku mulai melihat adanya kesempatanku untuk turut melakukan “tumpangsari” pada Mbak Nida.
Ditambah lagi, kejadian itu hanya
berlangsung sangat singkat, sekitar 5 menit. Meskipun kulihat Mbak Nida
tetap bisa mencapai orgasmenya, tetapi cepat pula Mas Arif menyusulnya.
Aku me-nangkap kekecewaan di muka Mbak Nida, meski Mbak Nida berusaha
tersenyum setelah “permainan” itu, tapi aku yakin ia tidak puas dengan
permainan Mas Arif.
Peristiwa “observasi awal” hari
kemarin itu membuatku mengambil kesimpulan, ada kemungkinan aku
menyetubuhi Mbak Nida dan merasakan nikmat tubuhnya, kalau perlu aku
juga akan menanam saham di tubuh Mbak Nida !
Itulah tekadku, aku mulai me-nyusun
taktik. Mas Arif itu belum bekerja, ada kesempatan bagiku untuk
membuatnya berpisah cukup lama dari Mbak Nida. Apalagi aku punya kenalan
yang bekerja di perusahaan, namanya Toni.
Siang ini aku menjumpai Toni di kantornya,
“Hai Bud, apa kabar ?” tanya Toni sambil menjabat tanganku.
“Baik“ jawabku sambil ter-senyum.
“Silahkan duduk”
Setelah aku duduk di kursi kantornya yang empuk itu, aku mulai mengajukan permintaan,
“Ton, aku butuh bantuanmu”
“Oh, itu semua bisa diatur, bantuan apa ?”
“Aku butuh pekerjaan”
“Bisa, bisa, kamu mau kerja di mana ? gaji berapa ?”
“Oh..nggak ! Maksudku bukan untuk diriku, tapi ini untuk orang lain”
“Hm memangnya untuk siapa ?”
“Untuk temanku, Mas Arif, kamu wawancarai, tempatkan di mana saja kamu suka, nggak perlu tinggi-tinggi betul jabatannya”
“Aneh…tapi jika itu maumu, yaa tidak apa-apa”
“Yang penting kamu wawancarai dia cukup lama, beberapa kali”
“Oke, baik kalau gitu”
“Tapi…nanti jadwal wawanca-ranya aku yang tentuin”
“Terserah kamu”
Maka mulailah aku menyusun jadwal wawancaranya, mulai lusa, hari rabu sampai jum’at dari jam 07.00 sampai 10.00 pagi.
Toni menyetujuinya, kemudian aku permisi pulang.
Dalam perjalanan pulang, hatiku sangat senang, sudah terbayang nikmatnya tubuh Mbak Nida itu.
Sesampainya di kos-kosanku, aku langsung bertemu dengan Mas Arif di tempat cuci, tampak Mas Arif sedang menyuci bajunya.
“Mas…….saya ingin bicara se-bentar” kataku mulai membuka percakapan.
Mas Arifpun menoleh dan menghentikan pekerjaannya.
“Ada apa Bud ?”
“Begini…….saya dengar Mas Arif mencari
pekerjaan, kebetulan tadi saya ke tempat teman saya, dia perlu pegawai
baru, dianya sih malas menaruh iklan di koran, soalnya dia hanya butuh
satu orang” jawabku panjang lebar menjelaskan. Sedikit berdebar-debar
aku menunggu tanggapan, takut tawaranku ditolak.
Lama Mas Arif kulihat terdiam, merenung, lalu
“Hmmm….saya pikir dulu, sebelumnya terima kasih ya ?!”
“Ya Mas” kataku dengan senyuman.
Dalam hatiku, aku berpikir “Habislah sudah kesempatanku !”
Tapi setelah di dalam kamar, sekitar 2
jam kemudian aku yang tertidur, terbangun oleh ketukan di pintu. Aku
lalu bangun, mengucek-ngucek mataku, melihat dari jendela. Tampak Mas
Arif berdiri menunggu. Akupun cepat-cepat membuka pintu
“Wah..sedang tidur ya, kalau gitu nanti saja” Mas Arif tiba-tiba permisi.
“Eee….nggak..nggak koq Mas, saya sudah bangun nih” kataku berusaha mencegah Mas Arif pergi.
“Gangguin tidur kamu nggak ?”
“Ndak…ndak kok, masuk aja” kataku mempersilahkan.
Setelah kami berdua duduk di karpet kamarku,
“Begini, ini soal lamaran kerja yang kamu bilang itu, tempatnya di mana sih ?” Mas Arif bertanya.
“Ooo…itu di Kaliurang km 7 nomor 14, nama perusahaannya DHL, nggak jauh kok”
“Syaratnya gimana ?”
“Saya kurang tau juga tuh, Mas Arif pergi saja ke sana. temui teman saya, Toni, katakan Mas butuh pekerjaan, tahunya dari Budi”
“Wah…kok rasanya kurang enak ya, seperti nepotisme saja” Mas Arif sepertinya keberatan.
“Enggak….nggak… koq, perusa-haannya
besar, Mas ke sana juga belum tentu diterima, Mas tetap melalui tes
dulu” kataku meya-kinkan Mas Arif.
“Hmmm…baiklah, tak coba dulu, jam berapa ya ke sana ?”
“Sekitar jam kerja saja baiknya, jam 07.00 pagi saja” kataku me-nyarankan.
Mas Arif hanya mengangguk tersenyum,
lalu permisi seraya tak lupa berterima kasih kepadaku. Aku hanya
tersenyum, berarti selangkah lagi keinginanku tercapai.
Hari ini selasa, sesuai pre-diksiku, Mas Arif pagi-pagi sudah berangkat, dan sekitar jam 11.00 siang baru pulang.
Aku menuju ke kamarnya, lalu mengetuk pintu,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
“Wa’alaikumussalam” terdengar jawaban Mas Arif dari dalam kamarnya.
Lama baru pintu dibuka, dan Mas Arif
mempersilahkanku un-tuk masuk. Kulihat di dalam ka-marnya, istrinya
tengah duduk di pinggir tempat tidur dengan me-makai jilbab putih,
tersenyum padaku. Mbak Nida tampak cantik sekali.
“Bagaimana Mas, tadi ?” ta-nyaku
“Oh…nanti saya disuruh ke sana lagi, besok untuk test wawancara”
“Alhamdulillah, tak do’ain supa-ya berhasil”
“Terima kasih”
Setelah berbasa – basi cukup lama, akupun permisi.
“Eehh…nanti dulu, kamu khan belum minum” Mas Arif berusaha mencegahku.
“Ayo Nida buatkan air minumnya dong” perintah Mas Arif me-nyuruh istrinya, Mbak Nida.
Aku menolak dengan halus,
“Ah nggak usah Mas, saya sebentar aja koq, ada urusan”
“Oh baiklah kalau begitu, sekali lagi terima kasih ya”
Aku tersenyum mengangguk, kulihat Mbak
Nida tidak jadi membuat minuman. Akupun pergi ke ka-marku, riang karena
sebentar lagi “adikku” akan bersarang dan me-nemukan pasangannya.
Hari ini rabu, Mas Arif sudah
berangkat dan meninggalkan Mbak Nida sendirian di kamarnya. Ren-cana
mulai kulaksanakan. Aku membongkar beberapa koleksi Vcd pornoku, memilih
salah satunya yang aku anggap paling bagus, Vcd porno dari Indonesia
sendiri, lalu membungkusnya dengan kertas merah jambu.
Kemudian sambil membawa bungkusan Vcd itu, aku menuju ke kamar tetanggaku, mengetuk pintu,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
Lama baru terdengar jawaban,
“Wa’alaikumussalam” jawaban Mbak Nida dari dalam kamar itu.
Pintunyapun terbuka, kulihat Mbak Nida melongokkan kepalanya yang berjilbab itu dari celah pintu,
“Ada apa ya ?” tanyanya.
“Ini ada hadiah dari saya, saya mau memberikan kemarin tetapi lupa” kataku sambil menunjukkan bungkusan Vcd itu.
“Oh, baiklah” kata Mbak Nida sambil bermaksud mengambil bungkusan di tanganku itu.
“Eee…tunggu dulu Mbak, ini isinya Vcd, saya mau lihat apa bisa muter nggak di komputernya Mas Arif” kataku mengarang alasan.
Sedikit keberatan kelihatannya,
akhirnya Mbak Nida mempersi-lahkanku untuk masuk, aku yakin dia juga
kurang ngerti tentang komputer.
Di dalam kamar, aku menghi-dupkan
komputer dan mengope-rasikan program Vcd playernya, lalu kumasukkan
Vcd-ku itu dan kujalankan. Sesuai dugaanku Vcd itu berjalan bagus.
“Mbak pingin nonton ?” tanyaku sambil melihat Mbak Nida yang sedari tadi duduk di belakang memperhatikanku.
“Film apa sih ?” tanya Mbak Nida kepadaku.
“Pokoknya bagus” jawabku sambil
kemudian memberikan pe-tunjuk bagi Mbak Nida , bagaimana cara
menghentikan player dan mematikan komputernya.
Mbak Nida hanya mengangguk, lalu kupermisi untuk pergi mum-pung filmnya belum masuk ke bagian “intinya”.
Pintu kamar tetanggaku itupun kembali ditutup, aku bergegas ke kamarku, mau mengintip apa yang dilakukan Mbak Nida.
Setelah di kamarku. melalui ven-tilasi
kulihat Mbak Nida menonton di depan komputer. Dia tampaknya kaget
begitu melihat adegan porno langsung hadir di layar monitor komputer
itu. Dengan cemas aku menantikan reaksinya.
Menit demi menit berlalu hingga sudah 15 menit kulihat Mbak Nida masih tetap menonton. Aku senang berarti Mbak Nida menyukainya.
Lalu terjadi sesuatu yang lebih dari
aku harapkan, tangan Mbak Nida pelan masuk ke dalam roknya, dan
bergerak-gerak di dalam rok itu.
“Hhh…..hhhh….oohhh…..oohhh”suara Mbak Nida mendesah–desah , tampaknya merasakan kenikmatan.
Aku kaget,
“Wah….hebat….dia masturbasi” kataku dalam hati.
Ingin aku masuk ke kamar Mbak Nida, memeluknya dan langsung menyetubuhinya, tetapi aku sadar, ini perlu proses.
Akhirnya aku memutuskan untuk tetap
mengintip, dan berinisiatif mengukur kemampuanku. Akupun mulai melakukan
onani dengan memain-mainkan penisku.
Film di komputer itu terus berjalan……
hingga telah hampir 1,5 jam lamanya, pertanda film itu akan habis dan
Mbak Nida kulihat sudah empat kali orgasme, luar biasa. Dan ketika
filmnya berakhir, Mbak Nida ternyata masih me-neruskan masturbasinya
hingga menggenapi orgasmenya menjadi lima kali.
“Akkkhhhhhhh………” Mbak Nida terpekik pelan menandai orgasmenya.
Sesaat setelah orgasme Mbak Nida yang kelima akupun ejakulasi.
“Oooorghhhh………” suara berat-ku mengiringi luapan sperma di tanganku.
Aku senang sekali, berarti aku lebih
tangguh dari Mas Arif dan bisa memuaskan Mbak Nida nan-tinya karena bisa
orgasme dan ejakulasi bersamaan.
Kemudian Mbak Nida sesuai petunjukku, kulihat mengeluarkan Vcdnya dan mematikan komputer.
Setelah siang hari, Mas Arif baru
pulang. Sedikit berdebar-debar aku menunggu perkem-bangan di kamar
tetanggaku itu, takut kalau – kalau Mbak Nida ngomong macam – macam soal
Vcd itu, bisa berabe aku !
Tetapi lama…..kelihatannya tak terjadi apa-apa. Kembali aku me-ngintip lewat ventilasi, apa yang terjadi di sebelah.
Begitu aku mulai mengintip, aku kaget !
Karena kulihat Mbak Nida dalam keadaan hampir bugil, hanya memakai
celana dalam dihimpit oleh Mas Arif, mereka bersetubuh ! Namun seperti
yang dulu-dulu, permainan itu hanya berlangsung sebentar dan tampaknya
Mbak Nida kelihatan tidak menikmati dan tidak bisa mencapai orgasme.
Bahkan aku melihat Mbak Nida seringkali kesakitan ketika penetrasi atau
ketika payudaranya diremas.
“Ah…Mas Arif nggak pandai merangsang sih”, pikirku.
Bagaimanapun aku senang, langkah
keduaku berhasil, mem-buat Mbak Nida tidak bisa lagi men-capai orgasme
dengan Mas Arif. Prediksiku, Mbak Nida akan sangat tergantung pada Vcd
itu untuk kepuasan orgasmenya, sedangkan cara menghidupkan Vcd itu hanya
aku yang tahu, disinilah kesem-patanku.
Kamis, pukul 08.00. Aku bangun dari
tidur, mempersiapkan segala sesuatunya, karena hari ini bisa jadi saat
yang sangat bersejarah bagiku. Kemarin aku telah meng-intip Mbak Nida
dan Mas Arif seharian, mereka kemarin ber-setubuh hanya dua kali, itupun
berlangsung sangat cepat, dan yang penting bagiku, Mbak Nida tidak bisa
orgasme.
Malam kemarin aku juga sudah bersiap-siap dengan minum se-gelas jamu kuat, yang bisa menambah kualitas spermaku.
Pagi itu, setelah aku mandi, aku
berpakaian sebaik mungkin, parfum beraroma melati kuusapkan ke seluruh
tubuhku, rambutku juga sudah disisir rapi. Lalu dengan langkah pasti aku
melangkah ke tetangga sebelahku, Mbak Nida yang sedang sendirian.
Kembali aku mengetuk pintu kamarnya pelan,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
“Wa’alaikumussalam” suara lem-but Mbak Nida menyahut dari dalam kamar.
Mbak Nidapun membuka pintu, kali ini
ia berdiri di depan pintunya, tidak seperti kemarin yang hanya
melongokkan kepala dari celah pintu yang sedikit terbuka. Dia memakai
jilbab pink dengan motif renda, manis sekali.
“Oh ya, saya lupa membe-ritahukan cara menghidupkan Vcd kemarin” kataku sambil tersenyum.
Tiba-tiba raut muka Mbak Nida menjadi sangat serius,
“Kamu kurang ajar ya, masa’ ngasiin Vcd porno gituan ke Mbak” kata Mbak Nida sedikit keras.
Aku kaget, “ternyata ia marah”, pikirku. Lalu cepat aku mengarang alasan,
“Oh ma’af Mbak, Vcdnya yang hadiah
itu, isinya film soal riwayat Nabi-Nabi buatan TV3 Malaysia, ma’af kalau
tertukar, yah saya ambil saja lagi”
Mbak Nida masuk ke dalam kamarnya, ia
tampak kecewa, aku senang berarti ia takut kehilangan Vcd itu. Lalu
akupun masuk ke kamarnya melalui pintu yang sedari tadi terbuka.
Mbak Nida kaget, melihatku mengikuti langkahnya,
“Eeeh…kamu kok ikut masuk juga ?!”
Sambil menutup pintu, tenang aku menjawab,
“Alaa….Mbak jangan munafiklah, tokh Mbak juga menyukai Vcd porno itu, saya lihat Mbak sampai masturbasi segala”
“Kurang ajar kamu ! Keluar ! Kalau tidak saya akan berteriak” bentak Mbak Nida.
“Mbak jangan marah dulu, coba Mbak
pikirkan lagi, sejak menonton Vcd itu, Mbak tidak bisa lagi orgasme
dengan Mas Arif khan” kataku sambil merebut Vcd itu dan mematahkannya.
Mbak Nida terkejut,
“Kamu…..”
Tak sempat ia menyelesaikan kata-kata, aku memotongnya,
“Saya bersedia memberikan kepuasan kepada Mbak Nida, saya jamin Mbak Nida bisa orgasme bila main dengan saya”
“Kurang ajar ! Keluar kamu !”
“Eeee….tidak segampang itu, ayolah
Mbak Nida jangan marah, pi-kirkan dulu, saya satu-satunya ke-sempatan,
bila Mbak Nida tidak me-makai saya, seumur-umur Mbak Nida nggak akan
pernah mencapai orgasme lagi” aku mulai meng-hasutnya.
Mbak Nida terdiam sebentar, aku senang dan berpikir ia mulai termakan rayuanku, tapi…
“Tidak ! Kata Mbak tidaaak ! Sekarang keluar kamu !”
Aku gemetar, tapi tetap ber-usaha,
“Mbak sebaiknya pikirkan lagi, di sini
cuma saya yang mengajukan diri memuaskan Mbak, saya satu-satunya
kesempatan Mbak, kalau Mbak tidak mengambil kesempatan ini, Mbak akan
rugi !” kataku sedikit tegas.
Lama kulihat Mbak Nida terdiam, bahkan dia kini terduduk lemas di samping ranjangnya. Aku pura-pura mengalah…
“Yah, sudahlah, jika Mbak tidak mau, saya pergi saja, saya itu cuma kasihan ngelihat Mbak !” kataku sambil beranjak pergi.
Tetapi kulihat Mbak Nida hanya diam
terduduk di ranjangnya, aku membatalkan niatku, pintu yang telah terbuka
kini kututup lagi dan kukunci dari dalam. Perlahan aku mendekati Mbak
Nida, kulihat ia menangis,
“Mbak….jangan menangis, tidak ada
maksud saya sedikitpun menyakiti Mbak” kataku sambil mulai menyeka air
matanya dengan tanganku.
Lalu pelan-pelan kupegang pun-dak Mbak
Nida dan kudorong pelan dia agar berbaring di ranjang. Ter-nyata Mbak
Nida hanya menurut saja, aku kesenangan, rayuanku berhasil meruntuhkan
pendiriannya.
Kemudian aku mulai membuka resleting
celana panjangnya, ia tampaknya menolak, tetapi aku dengan santai
menepis tangannya dan memasukkan tanganku ke dalam celananya. Tanganku
masuk kedalam kolornya, lalu langsung jariku menuju ke tengah “lubang”
birahinya. Aku sudah terburu nafsu, mencucuk-cucukkan jemariku ke dalam
lubang itu berkali-kali.
“Akhhh…..akhhh…….ahhhhhh” desahan Mbak Nida mengiringi setiap tusukan jemariku.
Aku ingin membuatnya terang-sang dan
mencapai orgasme. Lalu dengan cepat kutarik celana pan-jang dan
kolornya, sehingga terlihatlah pahanya yang putih dan mulus, aku
langsung mencium paha mulus itu bertubi-tubi, menjilat paha putih Mbak
Nida dengan merata. Akupun mengincar kelentit Mbak Nida yang tersembul
ke luar dari bagian atas pepeknya.
Langsung aku kulum kelentit itu di dalam mulutku,
“Elmm…..mmmm…….emmmm” dan lidahku menari-nari di atasnya, terkadang kugigit pelan-pelan berkali-kali,
“Akhh….ooohhhh……aaahhhhh” suara Mbak Nida mendesah kuat tanda terangsang.
Jemari tanganku semakin kuper-cepat
menusuk pepek Mbak Nida dan lidahku makin menggila menari-nari di atas
kelentitnya yang berwarna merah jambu itu.
Perlahan kubimbing Mbak Nida mencapai puncaknya, hingga akhirnya……
“Aaaaaaakkkhhhhhh…………” pekikan pelan Mbak Nida mengiringi orgasmenya.
Kulihat jemari tanganku basah, bukan
karena liurku tetapi karena cairan vagina Mbak Nida yang orgasme. Aku
mencium vagina itu, tercium bau khas cairan vagina wanita yang orgasme.
Aku tersenyum, hatiku senang karena
bisa membawa Mbak Nida mencapai orgasmenya. Tetapi aku tidak berhenti
sampai di situ saja. Setelah memelankan tusukan jariku, kini tusukan itu
kembali kupercepat,
“Ahhh….ahhhh….yaah…..yaahh” suara Mbak Nida mulai meracau.
Sementara tangan kiriku beroperasi di
vagina Mbak Nida, tangan kananku mulai meremas blus Mbak Nida, dengan
cepat tangan kananku merobek blus itu dan menarik kutangnya hingga
menyembullah payudara Mbak Nida yang indah membukit.
Kemudian aku menghisap kedua puting itu sambil tangan kananku meremas payudara Mbak Nida bergantian,
“Slurrpp….slrrrrpp…..slluuurpp” aku menghisap puting Mbak Nida, sementara desahan Mbak Nida terdengar halus di telingaku,
“Akhh….teruuss…..teruuusss” Sementara tangan kiriku tetap beraksi di vagina Mbak Nida, dan vagina itu semakin becek,
“Crrtt…..crrtt……slrrpp”
Kini mulutku mulai merangkak maju
menuju bibir Mbak Nida yang mendesah-desah, begitu wajah kami
bertatapan, kulumat bibir mungil itu dalam-dalam, Mbak Nida sedikit
kaget,
“Ohhh….oomlmmm…elmmmm” Mbak Nida tidak
bisa lagi bersuara, karena bibirnya telah kulumat, lidahnya kini
bertemu dengan lidahku yang menari-nari.
Aku memang berusaha mem-bimbing Mbak
Nida agar orgasme untuk kedua kalinya. Agar di saat orgasmenya itu aku
bisa me-masukkan penisku, mempenetrasi vaginanya. Karena aku sadar
penetrasi itu akan sangat sakit karena ukuran penisku lebih besar dari
punya Mas Arif yang biasa masuk.
Sambil mencium dan merang-sang pepek
Mbak Nida, tangan kananku mulai melepas celana panjangku dan kolorku,
lalu melem-parkannya ke lantai. Tangan kananku mengelus-elus kontolku
yang terasa mulai mengeras.
Lama akhirnya Mbak Nida mencapai orgasmenya yang kedua kali,
“Ooorrggghhhhh………..”
Mbak Nida mengerang, tetapi belum selesai erangannya, aku langsung menusukkan penisku pelan-pelan ke dalam vaginanya.
“Aaaaaahhhhh…………” suara Mbak Nida terpekik, matanya sayup-sayup menatap syahdu ke arahku, aku tersenyum.
Akupun mengambil posisi duduk dan
mengangkangkan kedua paha Mbak Nida dengan kedua tanganku, lalu
kulakukan penetrasi kontolku pelan-pelan lama kelamaan men-jadi semakin
cepat. Bunyi becekpun mulai terdengar,
“Sllrrttt…cccrrttt….ccrrplpp” suara becek itu terus berulang-ulang seiring dengan irama tusukanku.
“Akhhh….yaaahh…terus…” suara desahan
Mbak Nida keenakan. Akupun semakin mempercepat tusukan, kini kedua
kakinya ku-sandarkan di pundakku, pinggul Mbak Nida sedikit kuangkat dan
aku terus mendorong pinggulku ber-ulang-ulang. Sementara dengan sekali
sentakan kulepaskan jilbabnya, tampaklah rambut hitam sebahu milik Mbak
Nida yang indah, sambil menggenjot aku membelai rambut hitam itu.
“Ahhh…..ahhh….aaahhh”
“Ohhh……ohhhh……..hhhh”
Suara desahanku dan Mbak Nida terus terdengar bergantian seperti irama musik alam yang indah.
Setelah lama, aku mengubah posisi Mbak
Nida, badannya kutarik sehingga kini dia ada di pangkuanku dan kami
duduk berhadap-hadapan, sementara penisku dan vaginanya masih menyatu.
Tanganku memegang pinggul Mbak Nida,
membantunya badannya untuk naik turun. Kepalaku kini dihadapkan pada dua
buah pepaya montok nan segar yang ber-senggayut dan tergoyang-goyang
akibat gerakan kami berdua. Langsung kubenamkan kepalaku ke dalam kedua
payudara itu, menjilatnya dan menciumnya ber-gantian.
Tak kusangka genjotanku membuahkan hasil, tak lama…..
“Oooohhhhhhh……………..” lenguhan panjang
Mbak Nida menandai orgasmenya, kepalanya terdongak menatap langit-langit
kamarnya saat pelepasan itu terjadi.
Aku senang sekali, kemudian kupelankan
genjotanku dan akhirya kuhentikan sesaat. Lama kami saling
bertatap-tatapan, aku lalu mencium mesra bibir Mbak Nida dan Mbak Nida
juga menyambut ciumanku, jadilah kami saling berciuman dengan mesra, oh
indahnya.
Tak lama, aku menghentikan ciumanku, aku kaget, Mbak Nida ternyata menangis !
“Kenapa Mbak Nida ? saya me-nyakiti Mbak ya ?!” tanyaku lembut penuh sesal.
Masih terisak, Mbak Nida menjawab,
“Ah…..nggak, kamu justru telah membuat Mbak bahagia”
Kami berdua tersenyum, ke-mudian pelan aku baringkan Mbak Nida. Perlahan aku mengencangkan penetrasiku kembali.
Sambil meremas kedua payu-daranya, aku membolak-balikkan badan Mbak Nida ke kiri dan ke kanan. Kami berdua mendesah bergantian,
“Ahhh…..ahhh….aaahhh”
“Ohhh……ohhhhChhhh”
Terus….lama, hingga akhirnya aku mulai
merasakan urat-uratku menegang dan cairan penisku seperti berada di
ujung, siap untuk meledak.
Aku ingin melakukannya ber-sama dengan
Mbak Nida. Untuk itu aku memeluk Mbak Nida, menciumi bibirnya dan
membelai rambutnya pelan. Usahaku berhasil karena perlahan Mbak Nida
kembali terang-sang, bahkan terlalu cepat.
Dalam pelukanku kubisikkan ke telinga Mbak Nida,
“Tahan……tahan………Mbak, kita lakukan bersama-sama ya”
“Ohhh…ohhh….ohhhh…..aku su-dah tak tahan lagi” desah Mbak Nida, kulihat matanya terpejam kuat menahan orgasmenya.
“Pelan…..pelan saja Mbak, kita lakukan serentak” kataku membisik sambil kupelankan tusukan penisku.
Akhirnya yang kuinginkan ter-jadi,
urat-urat syarafku menegang, penisku makin mengeras. Lalu sekuat tenaga
aku mendorong pinggulku berulang-ulang dengan cepat.
“Akhhh….ooohhh….ohhh” suara Mbak Nida mendesah. Kepalanya tersentak-sentak karena dorongan penisku.
“Lepaskan…..lepaskan……Mbak, sekarang
!” suaraku mengiringi de-sahan Mbak Nida, Mbak Nida menuruti “saranku”,
diapun akhirnya mele-paskan orgasmenya,
“Aaaakkhhhhh…………”
“Ooorggghhhhh………” suara be-rat
menandakan ejakulasiku, meng-iringi orgasme Mbak Nida. Erat ku-peluk ia
ketika pelepasan ejakulasi itu kulakukan.
Setelah “permainan” itu, dalam keadaan
bugil aku tiduran ter-lentang di samping Mbak Nida yang juga telanjang.
Mbak Nida me-melukku dan mencium pipiku berkali-kali seraya membisikkan
sesuatu ke telingaku,
“Terima kasih Bud”
Mbak Nida kulihat senang dan memeluk
tubuhku erat, tertidur di atas dadaku. Dalam hatiku aku merasakan
senang, gembira, tapi juga sedih. Aku sedih dan me-nyesal melakukan ini
dengan Mbak Nida, aku takut ia tidak akan pernah lagi mencapai orgasme
selain de-ngan diriku, ini berarti aku me-nyengsarakan Mbak Nida.
Sambil merenung, aku kecup rambut hitam sebahunya itu dan kubelai serta kuusap pelan.
Siang itu aku tidur nyenyak, bagiku
pengalaman barusan sangat berkesan. Sejujurnya aku ingin melakukannya
lagi, tapi aku takut menyusahkan Mbak Nida nantinya karena membuat dia
tergantung padaku, padahal ternyata aku mulai mencin.