Cerita Seks: Pesta Yang Tak Terlupakan
Cerita Seks: Pesta Yang Tak Terlupakan | Cerita Seks Terbaru
- "Fenny...", melihat kondisi anak gadis ku yang ternyata baik-baik
saja membuat hatiku lebih tenang. "Ma... Fenny kangen...", dia lalu
memelukku dengan erat. Air mata kami kemudian menetes, rasa haru pun
menyelumuti kami. Sesaat aku dan Fenny berbagi cerita tanpa menghiraukan
teman-temannya yang lain. Walaupun ia tetap terjerumus di lembah gelap,
tapi aku masih sedikit tenang, setidaknya bukan tempat bang Solihin
yang lebih bobrok. Fenny memilih di sini, aku yakin dia punya alasan
tertentu, mungkin karena orang-orang di sini masih muda, jauh beda
dengan 1001 malam yang dari berbagai usia. Fenny lebih akrab dengan
mereka yang umurnya tidak begitu selisih jauh, apalagi di sini bebas
dari narkotika, walaupun sebelumnya Mamat dan Syamsul pernah berkeja
menjadi kurir narkoba. Lain dengan 1001 Malam yang marak sebagai tempat
transaksi narkoba."Yully...", aku memperkenalkan diri kepada orang-orang
di sini. Sebentar saja aku sudah akrab dengan mereka. Bos di sini
adalah Herman, dia lah yang mengucurkan uang untuk membebaskabku dari
jeratan bang Solihin, kemudian ada Satorman, Mamat dan Syamsul yang
tadinya menjemputku. Selain itu ada teman-teman Herman yang lain; Tono,
Andi, Iskandar, Marwan, Budi, dan Eko. Serta tiga gadis pemijit selain
Fenny; Ayu, Lisa dan Widya.
Mereka
semua baik sekali dengan Fenny, sampai-sampai nanti malam mau
mengadakan pesta untuk merayakan kebebasanku. Sebagai tanda terima
kasih, aku pun berjanji akan memasak makanan untuk pesta nanti malam.
"Bagus, tante tinggal di sini saja, hitung-hitung bantu siapkan makanan
untuk kita..", ajak Herman agar aku bergabung dengan usahanya. "Kasihan
juga si Fenny tidur sendirian...", lanjut Herman. Aku pun mengiyakan
karena aku sendiri juga tak tahu harus tinggal di mana lagi. Di gedung
ini hanya Fenny dan Satorman saja yang tinggal, sedangkan yang lain
kalau sudah malam pulang ke rumah masing-masing, kadang-kadang saja ada
yang menginap di sini.
Aku
pun mulai keluar berbelanja bahan untuk masakan, Herman meminta
Satorman menemaniku, namun sepertinya dia kecapekan karena tadi telah
menjemputku, mau tidak mau Tono lah yang ditunjuk kemudian. Wajahnya
sedikit aneh, tampak seperti seorang pecandu seks yang berlebihan,
menatapku saja seperti menatap mangsa. Tapi tidak apalah, sudah tidak
heran kok diperlakukan seperti ini. Tubuhku yang putih mulus memang
sering mengundang nafsu para lelaki hidung belang, apalagi aku adalah
keturunan china, walaupun umurku sudah 32 tahun, namun aku tetap menjaga
bentuk tubuhku.
Dalam
perjalanan aku banyak berbincang dengan Tono, aku duduk di sebelahnya
yang sedang menyupir. Sesekali ia meraba pahaku yang kebetulan aku
menggunakan rok, sehingga gampang sekali disibak. Ternyata Tono adalah
sahabat Herman sedari kecil, mereka sudah seperti saudara dan saling
membantu. Orang tua Tono pun bekerja pada orang tua Herman. Karena
rabaan lembutnya di pahaku membuatku sedikit terangsang, stidak ingin
mengecewakannya, aku pun membalas meraba pahanya. Tono tersenyum girang,
ku buca resleting celananya lalu ku keluarkan penisnya yang sudah
ngaceng. Selama perjalanan aku mengocok penisnya dengab tanganku, dari
sejak pergi sampai pulang hingga ke tempat asal kami. "Tar malam boleh
dong temani Tono?", tanya Tono sebelum aku turun dari mobil. Aku hanya
tersenyum dan mengangguk pelan.
Tidak
terasa waktu cepat berlalu, mungkin karena aku terlalu berfokus pada
masakanku, jam sudah menunjukkan pukul 10, hanya Fenny yang membantuku
di dapur, sedangkan yang lain ada di ruang kumpul untuk berkaraoke ria.
"Yuk, kita bawa ke sana...", aku mengajak Fenny anakku untuk membantuku
membawa masakan. Cukup kaget ketika aku membuka pintu ruangan kumpul.
Ternyata semua sudah bugil dan menikmati bir sambil berkaraoke. Hmm,
anak muda jaman sekarang terlalu bebas pikirku. Namun lebih kagetnya
lagi ku lihat Fenny membuka pakaiannya setelah meletakkan masakan di
atas meja. Sebenarnya aku tidak lah awam dengan ini, namun tidak tega
saja melihat anakku sendiri yang berbuat demikian.
Aku
pun meletakkan masakan yang aku pegang di atas meja. "Ayo gabung...",
aku ditarik Tono yang lalu memaksaku melepaskan pakaianku. Tanpa
perlawanan, aku mengikuti acara mereka, menari bugil. Para lelaki
berkaraoke dan dikaraoke, Fenny melayani bos Herman, aku melihatnya
dengab jelas, Fenny menyepong penis Herman dengan nafsu. Sedangkan Ayu
melayani Satorman dan Andi, Widya melayani dua sekawan alias Mamat dan
Syamsul, sedangkan Lisa menyepong punya Iskandar dan Marwan. Yang tidak
dapat jatah masih asyik menikmati bir sambil merokok. Aku kemudian
ditarik Tono, "Sepongin dong tante...", pintanya. "Awas, hyper tuh...",
ejek Eko dan Budi yang sedang minun-minum.
Kumainkan
penisnya yang mengeras itu, penuh nafsu Tono mencengkram erat rambutku
agar aku terus menyepong penisnya. Sebentar-bentar ia juga menampar
pipiku, sungguh benar Tono adalah seorang yang hypersex. Sesekali ia
juga menjulurkan tangannya ke bawah untuk meremas susuku. "Tante masih
cantik...", ia coba merayuku agar aku semakin terangsang. Ku pandangi
yang lain juga masih asyik menyepong, seperti lomba saja, lima perempuan
sedang melayani beberapa pria secara bersama-sama. "Tante... Boleh gak
Tono request?...", tanya Tono. Aku pun kemudian menghentikan seponganku
untuk mendengar apa permintaannya. "Pengen model bondage...", lanjutnya
sambil tersenyum. Aku tidak menjawabnya, melainkan meneruskan
seponganku. Penisnya terasa hangat dimulutku, ku kulum dan ku jilat.
Tono hanya diam, ia tidak kembali menanyakan jawabanku, sungguh pria
yang hypersex.
Kulihat
Eko dan Budi tidak lagi minum, mereka sudah bergabung dengan yang
lainnya. Hanya Herman yang berdua dengan Fenny, tidak ada yang berani
rebutan dengannya karena dialah bos di sini. Fenny tidak lagi menyepong,
tetapi telah berjongkok di atasnya, percintaan gaya WOT, Fenny terlihat
sangat menikmatinya dengan terus menggoyangkan pinggulnya untuk
mengocok penis Herman.
Di
arah lain, Ayu sedang didoggie oleh Satorman. Andi tidak diam saja, ia
masih membiarkan penisnya disepong oleh Ayu. Depan belakang diberi
penis, terlihat Ayu juga sudah cukup profesional. Budi yang tadi minum
bergabung dengan Marwan dan Iskandar untuk menikmati Lisa, ada yang
mengentotnya, ada yang disepongnya, dan ada yang menyedoti susunya. Sama
halnya keadaan Widya, ia juga melayani tiga pria sekaligus, Mamat,
Syamsul dan Eko. Semua mendapat jatah bergiliran, dari melumat bibirnya,
menyedoti susunya, menusukkan penis ke vagina nya, dan adegan-adegan
lain yang bergaya threesome.
Seponganku
mungkin sudah membuat Tono sedikit bosan sehingga ia langsung
mendorongku jatuh, dan lalu ia melumat susu ku dengan kasar. Tubuhku
ditindihnya hingga aku sulit bernafas. Dari bibir hingga ke dada, ia
menciumin seluruh tubuhku. Sambil menyedot susuku, Tono memainkan
jarinya di arah vaginaku. Mungkin ia sedikit marah karena aku tidak
menjawab kemauannya untuk menggunakan gaya bondage.
Puting
susuku terasa perih, Tono seperti tanpa perasaan menyedot dan
menggigitnya dengan kesetanan. Vaginaku pun terus dikocok dengan jarinya
secara paksa. Aku hanya bisa bertahan mengikuti kemauannya. Sial
pikirku kalau ketemu pria hyper seperti ini. Dulu di markas bang Solihin
juga sering ketemu yang seperti ini, namun tidak begitu kasar. Tono
lebih kasar dari pada pelanggan dulu, susu dan pantatku pun ditampar
hingga kemerahan. Tak mau berlama-lama, Tono pun bangkit mengambil tas
nya dan mengeluarkan seutas tali. "Sorry tante...", ia tersenyum padaku.
Aku hanya berbaring lemas di lantai.
Kemudian
Tono mengikat tanganku kebelakang sambil berbisik, "Tante pura-pura
berontak saja...". Gila, pikirku, nih anak sudah keracunan video porno
kayaknya. Agar ia puas, aku pun pura-pura berontak, aku menendangkan
kakiku agar Tono menjauh. 'PLLAAAKKKK.....", Tono menampar pipi ku
dengan keras hingga aku pun meneteskan air mataku. Sekujur tubuhku
diikat dengan tali hingga aku tidak bisa bergerak, hanya kakiku saja
yang dibiarkan mengangkang. Bukan hanya itu, Tono pun melakban mulutku
dan kemudian ia pun mengeluarkan sextoy dari tasnya, sebuah benda
panjang yang berbentuk penis besar.
Aku
melihatnya menekan tombol yang ada di gagangnya, kemudian penis itu
bergerak dan berputar seperti bor dan menggeliat seperti ulat. Benda itu
terbuat seperti dari bahan karet, Tono pun kemudian berusaha
menusukkannya ke lubang vaginaku. "Hmmmmm....", aku tidak bisa bersuara,
mulutku tertutup lakban, benda besar itu terasa tidak muat di vaginaku.
Sakit sekali hingga aku kembali menangis. Benda itu terus
mengobok-ngobok dalam vaginaku, berputar-putar seperti bergejolak. Tono
tak mau menariknya untuk waktu yang cukup lama, sambil menusukkan benda
itu, ia terus menyedot susuku.
Aku
tidak jelas memandang sekitar, mataku penuh dengan air. Kurasa yang
lain masih asyik bercinta. Mungkin saja mereka sudah berganti posisi
atau bahkan sudah berganti pasangan. Hanya aku saja yang diperlakukan
begini. Puting susu ku ditarik Tono hingga mancung ke depan. Aku juga
merasakan telah mencapai orgasme, air kenikmatanku sudah muncrat keluar,
membasahi sextoy dan tangan Tono, namun dia tetap saja tak mau menarik
keluar sextoy nya itu. Lelah sekali diperlalukan seperti ini, mungkin
dinding vaginaku pun sudah koyak, karena benda yang besar itu tanpa
henti berputar, terasa panas sekali.
Puas
menyodokkan penis mainan itu, Tono akhirnya menarik keluar dari dalam
vaginaku. Sedikit tenang karena tidak dipaksa seperti tadi lagi, karena
sekarang ku lihat Tono akan memasukkan penisnya yang tidak begitu besar
ke dalam vaginaku. Untuk mendapatkan sensasi, Tono menampar pipiku dan
menjambak rambutku hingga aku hanya bisa merintih tanpa bisa berteriak
karena mulutku masih tertutup lakban.
Aku
terus digenjot oleh Tono, badanku terasa sakit karena ikatan tali di
tubuhku sangat erat sekali, semoga saja ini cepat berlalu. Tiba-tiba ada
seseorang mendekati kami, kucoba lihat dengan jelas, ternyata itu
adalah Herman, ia langsung menarik lakban yang menutupi mulutku dengan
kasar, "Mama Fenny... Sepongin dong...", ia lalu mendekatkan penisnya ke
mulutku. 'Hoek' mual sekali bagiku karena penisnya masih basah, karena
barusan saja Herman menyetubuhi anakku Fenny, sehingga bekas-bekas
cairan sperma masih melekat di penisnya. Mau tak mau harus ku kulum
penisnya itu. Badanku bergoncang kuat, atas bawah mendapatkan
pekerjaannya masing-masing.
Yang
lain entah bagaimana, baik Fenny, Ayu, Lisa maupun Widya. Yang jelas,
ini adalah pesta seks yang cukup melelahkan. Ku lihat beberapa pria
sudah istirahat, mereka duduk dipojokan sambil merokok. Gadis lain sudah
terkapar tak bertenaga melayani beberapa pria, hanya aku yang masih
bermain cinta.
"Bos, Tono minta
ijin semprot...", pinta Tono yang sudah mau berejakulasi setelah
setengah jam meenggenjot vaginaku. Herman mencabut penisnya dari
mulutku, lalu Tono menggantikan posisinya, Tono mau aku mengulum
penisnya hingga cairan spermanya keluar dan memenuhi mulutku.
Mulutku
sudah belepotan dengan sisa sperma Tono yang sebagian sudah tertelan,
Tono pun menjauh dan berkumpul dengan yang lain untuk menghabiskan bir
dan masakan yang aku buat. Sekarang giliran bos Herman yang menggenjot
vaginaku, dengan tubuh masih terikat, aku terus digoyang. Tak berhenti,
kini Satorman datang bersama Andi untuk bergantian memintaku sepong.
Kelihatannya mereka sudah bosan dengan Fenny, Ayu, Widya dan Lisa.
Dengan keadaan terkapar terikat, tubuhku bergoyang mengikuti irama
genjotan Herman, dan mulutku terus disumpal penisnya Satorman dan Andi.
Tak
lama dari itu, kulihat pria yang tadinya beistirahat sudah mulai segar
kembali dan antri dibelakang Satorman dan Andi. Mereka mengerumuniku,
menjamahku, dan meremas-remas buah dadaku.
Hanya
Tono yang masih beristirahat sambil merokok, tapi penisnya tidak
istirahat, ia masih meminta Widya untuk memainkan penisnya. Sedangkan
Ayu, Fenny dan Lisa menyantap makanan dan minuman yang tersisa. Seperti
halnya Tono, Herman pun menarik penisnya dari vaginaku dan berejakulasi
di mulutku. Kini giliran Satorman yang mengambil posisi Herman.
Aku
sudah capek, vaginaku pun sudah perih terasa. Tapi mereka seolah tidak
mengerti, mungkin karena aku barang baru bagi mereka. Aku sudah tak
mampu melihat sekitar, hanya merasakan genjotan para lelaki itu, dan
muntah-muntah karena menelan peju mereka. Setelah Satorman, giliran
Andi, seterusnya entah siapa lagi, aku sudah tak sadarkan diri karena
kecapekan, yang jelas semuanya mendapatkan giliran.
Ketika
aku terbangun, ternyata pesta mereka belum usai, Fenny dikerumuni
Syamsul, Andi, dan Tono, sedangkan Ayu menyepong Satorman sambil
didoggie oleh Mamat, gadis lainnya si Widya dan Lisa sedang dinikmati
pria lainnya, hanya bos Herman yang tidak kelihatan. Mungkin mereka
selalu beristirahat sejenak sehingga stamina mereka begitu kuat dari
malam hingga pagi hari.
Aku
tidak mau memperdulikan mereka lagi, dan berpura-pura tertidur agar
tidak perlu capek lagi melayani mereka. Akhirnya siang, aku dibangunkan
Fenny dan melepaskan ikatanku, aku pun segera bangkit untuk mandi.
Mereka ternyata sudah mandi terlebih dahulu, hanya beberapa orang saja
yang masih tiduran di lantai. "Habis mandi, siapin makanan ya ma... Bos
Herman pergi jemput tamu...", pesan Fenny sebelum aku masuk ke kamar
mandi.
"Huah...
Capeknya...", desahku di dalam kamar mandi sambil diguyur air hangat
dari shower, cukup segar merasakan air yang membasahi tubuhku. Setelah
ini aku harus memasak, tidak tahu siapa yang dijemput oleh Herman.
Jam
sudah menunjukkan pukul 16:00, Herman yang ditemani Satorman belum
kunjung pulang. Aku dan teman yang lain cukup khawatir, takut makanan
yang ku siapkan tidak segar lagi. Tono dan beberapa pria berjaga
dibawah, sedangkan para gadis masih santai bersamaku di ruang kumpul,
karena tempat usaha kami terhitung baru, masih jarang konsumen yang
singgah ke sini. "Fen, nanti makanannya dipanasin saja ya, mama capek
banget nih", aku meminta Fenny untuk membantuku. "Oke ma, mama istirahat
saja...", jawab Fenny.
Aku pun
masuk kamar dan langsung menghempaskan tubuhku ke ranjang. Capeknya hari
ini, aku pasti akan nyenyak tidur di sore ini. Bagaimanapun pesta tadi
malam sangat membekas dipikiranku, karena aku belum pernah mengalami
pesta seks ramai-ramai begitu, apalagi bersama dengan Fenny anakku yang
juga ikut berpesta.